Oleh: Suyatno
AKSI baku tembak di Ciputat
antara Densus 88 Antiteror Polri dan enam terduga teroris tewas kian meneguhkan
isu terorisme sebagai alat propaganda guna mencapai target-target tertentu.
Lagi-lagi event besar seperti ingar-bingar pesta peringatan Tahun Baru menjadi
momentum lempangnya desakan propaganda kian mendera. Dengan gamblangnya Polri
telah mengungkapkan bahwa mereka yang tertembak ialah kelompok yang menembak
anggota kepolisian di Cireundeu, Cilandak, Pondok Aren, dan perampok BRI Curug
Tangerang. Rakyat tentu salut, kagum, dan merasa nyaman terlindungi oleh
keperkasaan aparat keamanan mengungkap pelaku teror. Barang bukti yang disita
juga sangat meyakinkan kemampuan itu, rinci, dan relevan dengan aktivitas sang
teroris. Mestinya akan tumbuh harapan besar bahwa terorisme akan segera
terungkap dengan gamblang dan ceritanya segera purna.
Namun, terorisme menjadi tindakan
propaganda karena di balik tindakan tertentu terkandung maksud yang
tersembunyi. Isu terorisme telah mengukuhkan pemahaman bahwa agenda dan modus
yang endemis dan senantiasa berubah. Sejumlah aksi masih kita ingat, mulai aksi
peledakan bom di tempat keramaian, peledakan tempat-tempat ibadah, pengeboman
kantor kedutaan atau representasi perusahaan asing, hingga penembakan dan
pengeboman aparat kepolisian. Terorisme telah menjadi propaganda
multidimensional yang tak pernah kering.
Propaganda dilawan
Propaganda isu terorisme harus
dilawan, sebab merupakan suatu gerakan yang mengandung pesan tersembunyi di
bawah permukaan sadar manusia yang tidak langsung atau dengan cepat diketahui.
Harus disadari, banyak pesan sangat halus ditujukan untuk keinginan atau target
tertentu sehingga apa yang sengaja ditampilkan bukanlah sasaran yang
sebenarnya. Penyamaran itu berakibat pada tujuan yang sesungguhnya berada di
bawah permukaan. Jangan sampai orang dapat dibujuk untuk melakukan hal tertentu
yang secara normal tidak akan mereka lakukan.
Perlu dicegah agar target tidak
dengan halusnya merasuk melalui bawah sadar yang semua usaha itu tidak akan
kelihatan secara kasatmata.
Menciptakan situasi yang tidak
kondusif terhadap propaganda menjadi salah satu kata kunci perlawanan. Aksi
yang bisa kita artikan lain ‘penyebarluasan’ itu juga bisa berkembang dalam
waktu yang singkat dalam wilayah yang luas. Melalui medium tertentu, ia
memperkenalkan, memublikasikan, dan melanjutkannya sehingga sebuah tema akan
berkembang menuju ke arah tertentu. Ibarat biji-bijian yang menyebar karena
tertiup oleh angin atau memang sengaja disebarkan ke tanah, akan tumbuh dan
berkembang menjadi tumbuhan besar yang sempurna. Kondisi itulah yang tidak
boleh diberi peluang.
Semua orang bisa menjadi sasaran
propaganda terorisme. Objek propaganda isu terorisme adalah masyarakat yang
terdiri dari manusia yang tidak hanya bersifat pasif, tapi juga aktif. Banyak
di antara mereka kemudian menginterpretasi, mengartikan, dan memodifikasi
pengertian yang ada. Inilah lahan yang subur yang bisa mendukung tumbuh dan
berkembangnya propaganda terorisme. Akan tetapi, sebenarnya orang juga bisa
menolak isu yang ada. Bahkan ada pula kemungkinan propaganda terorisme berbelok
dari arah yang sebelumnya.
Dampak tak diharap
Bila tidak dilawan, dampak
propaganda bisa menggilas semua. Propaganda merupakan cara untuk meraih tujuan
tertentu baik di bidang sosial, politik, ekonomi, maupun bidang lainnya. Karena
sifatnya, tentu masyarakat tidak ingin menjadi korban propaganda isu terorisme
yang dapat menimbulkan beberapa dampak. Pertama, pihak yang menjadi sasaran
kadang-kadang tidak menyadari tujuan sebenarnya yang dilontarkan kepadanya. Hal
itu disebabkan propaganda memunculkan kesan di permukaan berbeda dengan maksud
yang sesungguhnya. Apa yang dikehendaki cenderung bersifat manifes.
Kedua, sering mengakibatkan
saling curiga bahkan pertentangan dalam suatu kelompok yang menjadi sasaran
karena propaganda akan memunculkan pro dan kontra sebagai akibat ketidakjelasan
yang sengaja diciptakannya. Dalam kasus terorisme, orang yang tidak setuju
adanya sarang terorisme bisa jadi justru dituduh membenarkan aksi terorisme
oleh pihak yang setuju dengan isu itu. Sementara itu, pemikiran akan adanya
tujuan propaganda yang lain dianggap hanya sebagai alasan pembenar.
Ketiga, makna yang sesungguhnya
dari manuver propaganda itu sering dapat dipahami dalam jangka waktu yang lama.
Bahkan itu mungkin tidak pernah dipahami secara jelas oleh pihak yang menjadi
sasaran. Oleh karena itu, banyak orang tidak sadar bila diri mereka telah
menjadi `korban' dari sebuah aksi propaganda.
Langkah perlawanan
Bila melihat sifat-sifat dari
propaganda terorisme dan dampak yang mungkin diakibatkannya, ada beberapa
langkah antisipasi yang dapat ditempuh. Pertama, pada tataran masyarakat, kita
hendaknya tidak menelan mentah-mentah informasi yang muncul. Orang harus cermat
terhadap sebuah opini yang beredar. Sudah saatnya sering memunculkan
pertanyaan, “Ada apa di balik itu semua?“ Pertanyaan agar tidak terkecoh oleh
aksi yang dilakukan orang lain.
Kedua, kalangan elite dan
pemerintah hendaknya tidak mudah larut dalam permainan `lawan' dengan tidak
menanggapi semua isu yang dilontarkan. Bila itu dilakukan, pihak lain akan
selalu mendiktekan kehendak dan tindakannya. Energi akan lebih banyak keluar
bila kita terpengaruh oleh apa yang dilontarkan pihak lain. Sementara itu,
pembuat propaganda sudah menyiapkan langkah berikutnya.
Ketiga, harus diciptakan
persatuan dan kebersamaan antara elite dan kelompok akar rumput. Baik yang di
atas maupun yang di bawah saling percaya untuk menghadapi propaganda dari pihak
lain sehingga aksi saling curiga dan saling tuduh antarsesama anak bangsa dapat
dihindarkan. Terorisme telah memunculkan dampak buruk yang begitu luas. Ia
merupakan musuh yang ingin menguasai banyak bangsa dan karena itu harus
dilawan. Segenap bangsa ini harus bertekad bulat untuk menghindarkan diri dari
cengkeramannya. Kita tentunya tidak ingin menjadi bangsa yang dijajah
propaganda terorisme.
*Suyatno adalah Dosen FISIP
Universitas Terbuka
Sumber: MEDIA INDONESIA, 04 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar